DENGAN SEMANGAT REFORMASI BIROKRASI POLRI KITA WUJUDKAN INSPEKTUR POLISI SEBAGAI PELINDUNG, PENGAYOM, PELAYANAN MASYARAKAT YANG BERMORAL, PROFESIONAL, MODERN DAN UNGGUL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS POKOK GUNA MEWUJUDKAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
I.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Pasca reformasi, Polri dituntut oleh rakyat Indonesia untuk segera
membenahi struktur, instrumen dan kultur polisi agar sejalan dengan harapan
rakyat. Perubahan struktur maupun instrumen merupakan hal yang tidak susah
untuk dilakukan, bahkan pada aspek struktur sudah berapa kalinya Polri
mengalami perubahan. Dari ketiga aspek yang direformasi tersebut, memang diakui bahwa aspek perubahan
kultur merupakan hal yang paling sulit, walaupun telah dilakukan melalui Road Map Grand Strategi Polri 2005 – 2025 dengan beberapa pentahapan, yaitu tahap Trust Building, Partnership Building dan Strive for Excellence berikut berbagai program di dalamnya, antara lain
program akselerasi reformasi birokrasi, program quick wins, dan yang terakhir adalah
Revitalisasi Polri.
Melalui
program Revitalisasi Polri, perubahan
mindset atau pola pikir dan budaya (culture) Polri, titik sentralnya adalah
berada pada sumber daya manusia (SDM), karena budaya
terbentuk dari adanya sejumlah orang yang
hidup bersama dalam kurun waktu yang cukup lama, di mana dari interaksi antar
orang tersebut akan membentuk
pola perilaku, norma, dan nilai-nilai yang hidup dan dipedomani oleh seluruh
pesertanya. Oleh karenanya untuk mengubah suatu budaya tidak dapat dilaksanakan
secara instan dan pendekatan
untuk mengubahnya adalah pendekatan SDM, yang diawali dengan perubahan pola pikir (mindset) dan sikap (attitude).
Fokus
perubahan kulturPolri saat ini cenderung lebih menitikberatkan untuk mengubah
kultur SDM Polri secara eksternal atau outward
looking, yaitu perubahan kultur pelayanan kepada
masyarakat. Di sisi lain, hal yang tidak kalah pentingnya dan seharusnya
diperlakukan secara seimbang adalah bagaimana mengubah kultur internal Polri
dalam memberikan pelayanan kepada seluruh SDM Polri. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pembinaan
SDM Polri, khususnya mengubah mindset
guna mewujudkan profesionalisme pelaksanaan tugas Polri dalam rangka stabilitas keamanan nasional
diperlukan suatu strategi yang holistik dan komprehensif, tidak hanya
peningkatan pembinaan SDM yang berorientasi keluar, tetapi terlebih dahulu
harus diorientasikan ke dalam (internal), yakni bagaimana memenuhi kesejahteraan
dan hak-hak setiap anggota Polri, terutama di dalam pendidikan pengembangan dan
pembinaan karier.
Berbagai
masalah yang muncul di
permukaan sedikit banyak dipengaruhi oleh dampak negatif pembinaan
SDM yang selama ini berjalan, antara lain: 1) inkonsistensi dalam penegakan
aturan pembinaan SDM, khususnya dalam pembinaan karier; 2) rendahnya
keteladanan positif dari unsur pimpinan ; 3) menonjolnya pola hidup konsumtif;
4) pendekatan transaksional dalam aspek pelayanan terhadap anggota Polri ; 5)
tidak jelasnya parameter reward and
punishment; 6) adanya kecenderungan pengelompokan perwira menengah
membentuk suatu in-group yang eksklusif; dan 7) adanya kecenderungan
mengambil-alih keberhasilan anggota dan lepastangan apabila terjadi kesalahan
dalam pelaksanaan tugas kepada anggota.
Beberapa . . .
Beberapa
contoh di atas, telah memupuk “benih”kekecewaan yang menyebabkan sikap yang
masa bodoh terhadap baik atau buruknya citra Polri di mata masyarakat, dan
sikap tersebut terimplementasi dalam perilaku anggota Polri di lapangan yang
kurang mengindahkan norma hukum, agama, peraturan disiplin serta kode etik
Polri, guna memperoleh tambahan penghasilan diluar dinas,
memperoleh pangkat, jabatan dan meraih pendidikan pengembangan dengan
menghalalkan segala cara.
Kepemimpinan,
keteladanan, konsistensi, komitmen dan moralitas yang ditunjukkan oleh para
unsur pimpinan telah banyak mempengaruhi kepuasan kerja, memotivasi dan
menginspirasi baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap sikap dan
perilaku anggota dalam pelaksanaan tugasnya. Untuk mengeliminasi dan/atau
minimalisasi hal tersebut diperlukan suatu strategi meningkatkan pembinaan
sumber daya manusia Polri khususnya mengubah mindsetpersonel guna
mewujudkan memujudkan
inspektur polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang
bermoral, profesional, modern dalam melaksanakan tugas pokok guna mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakangtersebut di atas, maka permasalahan dalam makalah ini adalah: ”bagaimana membentuk Inspektur Polrisebagai pelindung, pengayom dan
pelayan masyarakat yang bermoral, profesional, modern dalam melaksanakan tugas
pokok guna mewujudkan keamanan dan ketertiban
masyarakat
3.
Ruang
Lingkup
Ruang lingkup makalah ini dibatasi
pada Pembentukan Inspektur Polri sebagai
pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang bermoral, profesional, modern
dalam melaksanakan tugas pokok guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
4.
Maksud
dan Tujuan
Maksud dan tujuan dibuat Naskah Karya Pribadi (NKP) ini sebagai
salah satu persyaratan mengikuti seleksi Sekolah Alih Golongan (SAG) T. A.
2014. Selain untuk salah satu persyaratan dimaksud juga sebagai wacana dan
masukan kepada user atau pembaca sehingga timbul semangat reformasi birokrasi
polri guna meningkatkan kinerja Polri dalam mencapai VISI dan MISI nya.
POLSEK KLAKAH ADA UNTUK MASYARAKAT
POLSEK KLAKAH PELAYAN MASYARAKAT
II.
PEMBAHASAN
1.
Reformasi
Birokrasi Polri
a.
Pengertian
Adalah upaya
penyempurnaan dan perbaikan sistem birokrasi yang berlaku di lingkungan
organisasi Polri yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika
perkembangan masyarakat sebagai obyek pelayanan Polri karena pengaruh
lingkungan lokal, global maupun regional dikaitkan dengan tingkat kepuasan
masyarakat saat ini yang mengharapkan transparansi, kepastian hukum, kemudahan,
keadilan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dam peranan Polri.
Reformasi
. . .
Reformasi
Polri berawal dari terbitnya
Inpres No. 2 Tahun 1999 tanggal 1 April 1999 yang kemudian dikukuhkan denganTap MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang
Pemisahan TNI dan Polri serta Tap
MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri. Pemisahan tersebut merupakan momentum yang baik bagi Polri guna mengubah keadaan ke arah yang lebih
baik dalam segala
aspek terkait dalam mewujudkan
Polri yang mandiri dan profesional.
Sejalan
dengan reformasi, Polri telah melakukan perubahan dalam struktural
seperti status
Polri di bawah Presiden, validasi
organisasi : Mabes Kecil, Polda
Cukup, Polres Besar, Polsek Kuat dan Satwil disesuaikan
pemekaran wilayah serta pembentukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)
sesuai UU No 2/2002. Sedangkan dari aspek instrumental yaitu adanya UU No. 2
tahun 2002 beserta penjabarannya, revisi pedoman tugas seperti bidang opsnal
sesuai demokrasi dan HAM, bidang pembinaan meliputi rekrutmen, pendidikan,
disiplin dan etika profesional dan bidang perencanaan serta pengawasan.
Sedangkan dari aspek kultural telah terjadi perubahan paradigma, di mana budaya
organisasi yang transparan dan akuntabel, budaya anggota meliputi sikap dan
perilaku serta pengawasan internal dan eksternal.
b.
Tahapan
Grand Strategi Polri
1)
Tahap I (2005 – 2009) disebut Tahap
“membangun kepercayaan masyarakat “ (Public Trust Building).
2)
Tahap II (2010 – 2014) disebut Tahap
“Membangun kemitraan “ (Partnership Building).
3)
Tahap III (2015 – 2025) disebut
Tahap “ Mencapai keunggulan” (Strive for exelence).
2.
Inspektur
Polisi Sebagai Pelindung, Pengayom, Pelayanan Masyarakat yang bermoral,
Profesional, Modern dan Ungul.
a.
Pengertian
Inspektur Polisi
Inspektur menurut kamus besar bahasa
indonesia adalah pejabat pemerintah yang bertugas
melakukan pemeriksaan; pemeriksa; penilik; pengawas . Sedangkan Polisi
adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban umum. Jadi Inspektur Polisi adalahPejabat
Kepolisian yang bertugas melakukan mengawasi dan memeriksa serta memimpin
kinerja pegawai Polri yang berpangkat di bawahnya yaitu Bintara dan Tantama
b.
Inspektur
Polisi sebagai Pelindung Masyarakat
Pelindung
masyarakat adalah Polri sebagai orang atau institusi yang melindungi hak-hak
warga masyarakat yang di atur dalam Undang-Undang. Dengan kata lain, Polri
sebagai wadah lembaga hukum dalam melindungi hak-hak masyarakat sesuai
Undang-Undang yang berlaku, kaitannya dengan Inspektur Polisi adalah sebagaima
tugas ganda dalam inspektur Polisi sebagai Pengawas kinerja anggota Bintara dan
Tantama sebagai Pelindung masyarakat juga sebagai pelaksana pelindung
masyarakat dimaksud.
c. Inspektur . . .
c.
Inspektur
Polisi sebagai Pengayom Masyarakat
Pengayom adalah orang yang mengayomi
atau melindungi, hampir sama dengan kata melindungi namun kata ayom lebih
bermakna dampat dari perlindungan dimaksud, contohnya dengan adanya Polri di
tengah masyarakat, masyarakat merasa tentram dalam menjalankan aktifitasnya.
d.
Inspektur
Polisi sebagai Pelayanan Masyarakat
Pelayan
sering diartikan sebagai pembantu, dengan makna yang kurang positif, namun arti
pelayanan disini adalah tindakan kepolisian yang memuaskan kepentingan
masyarakat tentunya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, sehingga
masyarakat merasa puas terhadap pelayanan Kepolisian.
e.
Inspektur
Polisi Yang Bermoral
Bermoral
diartikan mempunyai pertimbangan baik buruk,
berakhlak baik dan sopan santun. Artinyu dalam melaksanakan tugasnya harus
mempertibangkan sopan santun, atau etika yang berkembang di masyarakat.
f.
Inspektur
Polisi Yang Profesional
Kunarto (2001) menyebutkan bahwa
“Profesional Polri adalah yang mengetahui, mengerti dan memahami apa tugas,
wewenang dan tanggungjawabnya sebagai seorang polisi yang ditunjukkan dengan sikap
yang selalu berpegang pada aturan yang berlaku.
g.
Inspektur
Polisi Yang Modern
Seorang
Inspektur Polisi harus mengikuti perkembangan berita dan informasi dari segi
ilmu pengetahuan, ilmu teknologi, dan adat istiadat yang berkembang di dalam
masyarakat guna mempermudah tugas Polri.
h.
Inspektur
Polisi Yang Unggul
Seorang
Inspektur Polisi harus unggul dan mempunyai daya saing terhadap sesama
Inspektur Polisi lainnya, maupun dengan Bintara/Tantama Polri sehingga mampu
menjadi pemimpin dan pengawas yang baik bagi anggotanya.
3.
Mewujudkan
Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat
Mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat adalah salah satu tugas pokok Polri yang
terdapat dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
pasal 13 dijelaskan bahwasannya tugas pokok kepolisian adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
4.Upaya . .
.
4.
Upaya
Pembentukan Inspektur Polri sebagai pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat yang bermoral, profesional, modern dalam melaksanakan
tugas pokok guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat
a.
Transparansi
dan Akuntabel RekruitmenInspektur polisi
Untuk
membentuk Inspektur Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat
yang bermoral, profesional, modern dalam melaksanakan tugas pokok guna mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat tentunya harus dimulai dengan rekruitmen
Inspektur Polisi yang transparan dan akuntabel.
Rekruitmen
Inspektur Polri ada 4 macam, Akademi Kepolisian (AKPOL), Sekolah Inspektur Polisi
(khusus anggota polisi yang berpangkat bintara dan sudah berijazah S1, Sekolah
Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS), Sekolah Alih Golongan (SAG) dari
Bintara menjadi Perwira.
Dalam
pelaksanaannya, masih tingginya animo masyarakat yang berparadigma rekruitmen
polisi masih penuh dengan kolusi dan suap menyuap terutama Inspektur Polisi.
Padahal dari internal Polisi sendiri dengan reformasi birokrasinya berupaya
dari internal maupun eksternal untuk mengubah animo masyarakat tersebut. Saya
contohkan seorang pemuda yang akan bekerja di Pabrik kayu, katakanlah Kabupaten
Lumajang, menggunakan ijazah minimal SD, sudah jadi rahasia umum bahwa agar
cepat mendapat panggilan kerja dimaksud, si pemuda ini harus menyuap salah satu
oknum pihak internal pabrik kayu tersebut. Dampaknya adalah, berkembangnya
animo masyarakat “menjadi tukang kayu / karyawan di sebuah pabrik aja harus
bayar sejumlah uang, apalagi menjadi Polisi …. !
Saya
rasa Polri tidak bisa dan tidak mampu mengubah animo masyarakat dimaksud apabila
hanya memperbaiki eksternal dan internal Polri. Karena tindakan pidana suap
menyuap itu sudah menjadi budaya di masyarakat tanah air. Polri harus membuat
trobosan solusi yang radikal dalam artian bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah, Dinas Pendidikan, dan semua elemen masyarakat untuk berparti aktif
bukan hanya mengubah animo masyarakat bahwa rekruitmen polisi menggunakan suap
menyuap namun mengubah animo masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan di sebuah
intansi atau korporasi tidak memerlukan suap-menyuap. Tentunya dengan
pendekatan agama, moral dan adat istiadat sesuai yang berlaku di daerah
masih-masing.
b.
Penilaian
Kinerja Berdasarkan Kualitas dan Kuantitas Personel
Kualitas
seorang anggota Polri selain dilatar belakangi oleh dasar pendidikan, juga dipengaruhi
oleh pengalaman kerja di Lapangan, serta keteguhan dan kematangan mental
rohaniah. Bintara Polri akan selamanya menjadi bintara apabila seorang bintara
tidak mendaftar Sekolah Inspektur Polisi (SIP) maupun Sekolah Alih Golongan
(SAG) dari bintara menuju perwira. Pernyataan ini memang terkesan wajar, namun
sampai sekarang belum ada manajemen penilaian kinerja yang jelas di tubuh polri
baik di tingkat Polrsek maupun Polres. Sehingga Bintara Polri yang berprestasi
bisa diprioritaskan dalam seleksi rekruitmen Inspektur Polisi.
Dampak . . .
Dampak
dengan kurangnya penilaian kinerja yang jelas ini, tentunya mengurangi semangat
anggota Polri untuk meningkatkan kemampuan dan skill profesionalismenya,
sehingga timbul suatu persepsi bahwa kerja yang penting sudah masuk di kantor,
apabila selesai jam dinas pulang ke rumah. Toh yang rajin dan berprestasi tidak
ada catatan khusus sebagai pertimbangan rekruitment Inspektur Polri sumber
bintara Polri.
c.
Jabatan
Berdasarkan Kemampuan Dan Kinerja
Kurangnya
jumlah personel Polri baik dari perwira mapun perwira serta tantama menjadi
salah satu alasan klasik penempatan jabatan di tubuh Polri yang kurang tepat.
Disinyalir terdapat perbedaan pertimbangan promosi jabatan karena faktor
golongan rekruitmen, semisal lulusan AKPOL pamornya lebih tinggi daripada lulusan SIP dengan pangkat yang sama,
terkadang pembeda dan pertimbangan dalam hal segi umur. Saya rasa perlu adanya
pelelangan jabatan untuk jabatan penting di tubuh kepolisian, tentunya dengan
kompetensi yang sesui antara jabatan dengan personel Inspektur Polisi yang
dipromosikan.
POLSEK KLAKAH ADA UNTUK MASYARAKAT
POLSEK KLAKAH PELAYAN MASYARAKAT
III.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
a.
Birokrasi
Polri adalah upaya penyempurnaan dan perbaikan sistem birokrasi yang berlaku di
lingkungan organisasi Polri yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan
dinamika perkembangan masyarakat sebagai obyek pelayanan Polri karena pengaruh
lingkungan lokal, global maupun regional dikaitkan dengan tingkat kepuasan
masyarakat saat ini yang mengharapkan transparansi, kepastian hukum, kemudahan,
keadilan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dam peranan Polri.
b.
Salah
satu mensukseskan birokrasi Polri dengan membangun SDM Inspektur Polisi sebagai
pengawas, leader, pelaksana tugas Polri di Lapangan (bintara dan tantama
Polri).
c.
SDM
Inspektur Polisi dibangun dengan upaya rekruitmen personel yang transparan dan
akuntabel, penilaian kinerja yang jelas berdasarkan prestasi dan lelang jabatan
beserta penilaian kerja dimaksud.
2.
Saran-Saran
a.
Segera
jalin kerja sama antara Polri, Pemerintah daerah, dinas pendidikan, dan
instansi terkait beserta tokoh masyarakat guna mengubah animo masyarakat
terhadap kesan Polri yang negatif.
b.
Untuk
rekruitmen Inspektur Polisi dari bintara ke perwira sumber dari bintara yang
saat ini berjalan dibatasi minimal pangkat bripka 0 tahun dengan ijazah S1
diubah menjadi pangkat minimal briptu dengan ijazah S1, karena pengalaman 4
tahun dinas di Kepolisian saya rasa sudah cukup untuk menjadi perwira Polri
apabila didukung oleh lingkungan kerja yang sehat, dan keinginan untuk
meningkatkan kemampuan diri yang kuat. Karena analisa di lapangan apabila
pangkat bripka dengan masa kerja paling singkat 12 tahun, semangat personel
menjadi perwira Polri sudah banyak berkurang karena umur yang sudah bertambah
dan doktrin atau kebiasan di lapangan dalam menjalankan tugasnya menjadi
anggota Polri.
DAFTAR PUSTAKA
Chrysnanda. 2009. Menjadi Polisi Yang Berhati Nurani.
Jakarta: YPKIK.
Djamin, Awaloedin. 1995. Manajemen
Sumberdaya Manusia 1; Kontribusi Teoretis Dalam Meningkatkan Kinerja Organisasi. Bandung: Sanyata
Sumanasa Wira Sespim Polri.
Drs.
A.M. Fatwa, Wakil Ketua MPR RI.Profesionalisme
Polri..22 November 2005.Jakarta
Griffin, Ricky. 2004. Manajemen
Jilid 1 Edisi 7 (Wisnu Candra Kristiaji, editor). Jakarta: Erlangga.
Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002.
Manajemen Sumberdaya Manusia; Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan
Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: PT. Grasindo.
Hejdrachman & Husnan, Suad.
1990. Manajemen Personalia Edisi 4.Yogyakarta: FE-UGM.
Kartajaya,Hermawan (et all), 2003, Rethinking Marketing (meninjau Ulang
Pemasaran); Sustainable,Marketing, Enterprise di Asia. Jakarta: PT.Prenhallindo.
Kartajaya, Hermawan, 2010, Grow with Character. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mabes Polri, Gerakan Moral Menuju
Perubahan Polri Untuk Membangun Kepercayaan Masyarakat, Makalah Sarasehan,
tanpa tahun.
Muradi. 2009. Penantian Panjang
Reformasi Polri. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Osborn, David & Gaebler, Ted,
1999, Mewirausahakan Birokrasi
(Reinventing Government); Mentransformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor
Publik (penerjemah
: Abdul Rosyid). Jakarta:
PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Rahardi, Pudi. 2007. Hukum
Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri). Surabaya: Laksbang Mediatama.
Rahardjo, Satjipto. 2002. Membangun
Polisi Sipil; Perspektif Hukum, Sosial, dan Kemasyarakatan. Jakarta: PT. Kompas Media Utama.
Siagian, Sondang P,. 2007. Manajemen
Sumberdaya Manusia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Simamora, Henry. 2004. Manajemen
Sumber Daya Manusia Edisi III.Yogyakarta: Bagian
Penerbitan STIE YKPN.
POLSEK KLAKAH ADA UNTUK MASYARAKAT
POLSEK KLAKAH PELAYAN MASYARAKAT